SULTRAWATCH.™,Besaran uang panaik pernikahan dalam tradisi masyarakat di beberapa komunitas adat di Sulawesi, kerap mencengangkan. Nominalnya sangat ditentukan oleh status sosial calon mempelai wanita. Tidak heran jika besaran uang panaik kerap dijadikan meme oleh warga sosial media.Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Tenggara (Sultra), Muhammad Ali Irfan, mengatakan tingginya uang panaik yang ditetapkan keluarga calon mempelai perempuan bagi mempelai pria bisa berkonsekuensi dosa.
Bila pihak mempelai perempuan menetapkan uang panaik atau mahar dalam jumlah yang besar dan menyulitkan kaum pria, Ali Irfan menyebut sangat bertentangan dengan syariah atau hukum Islam.
“bila pernikahan gagal karena tingginya uang panaik, maka mempelai perempuan bisa dikatakan berdosa. Sahabat Rasulullah maharnya hanya baca Alquran saja,” Jelas Irfan.
Sebab, kata Irfan, dalam hukum agama Islam tidak dikenal istilah uang panaik. Yang ada hanya mahar. Menurutnya, uang panaik tergantung adat istiadat masing-masing masyarakat setempat. Namun, bila ingin mendengarkan nasihat Nabi Muhammad, wanita yang penuh rahmat adalah perempuan dengan mahar yang lebih ringan.
“Kalau ada wanita begitu, itu sudah paling berkah,” katanya.
Namun tingginya nominal uang panaik juga tidak serta merta bisa dikatakan haram. Dalam agama Islam, masuk dalam kategori mubah. Mubah berarti bila dikerjakan atau ditinggalkan tidak menimbulkan konsekwensi dosa.
Ia berharap, di era moderen saat ini, masyarakat tetap mengacu pada syariah Islam dalam hal pernikahan. Baiknya, uang mahar tidak lah tinggi, terlebih menyusahkan mempelai pria.
“Harusnya menyesuikan kemampuan pria. Jangan sampai banyak bujang lapuk, tidak pernah menikah karena takut tingginya uang panaik ini,” seloroh Ali irfan.
0 komentar:
Posting Komentar